Jumat, 23 September 2011

Tugas Pertemuan l - Metode Riset

Nama : Amelia

NPM : 15209886

Kelas : 3EA11


· Judul, Nama Pengarang, tahun

1. Krisis Moneter Indonesia dan Ekonomi Rakyat, Bayu Krisnamurthi, 2002

2. Krisis Moneter Indonesia, Frans Seda, 2002

3. Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF, Saran, Lepi T. Tarmidi 1999

· Latar Belakang Masalah

a) Fenomena

1. Krisis moneter yang diawali oleh krisis nilai tukar tersebut sebenarnya telah lama diperkirakan dan telah diduga meningkat peluangnya saat pergantian abad.Ketika nilai tukar jatuh, maka non ekonomi-rakyat di Indonesia langsung terpukul telak oleh dua hal yang sangat mematikan: membengkaknya nilai hutang dolar dalam rupiah dan mahalnya biaya produksi yang selama ini berbasis input impor. Perusahaan-perusahaan tidak dapat lagi menunjukkan kinerja keuangan yang sehat, tidak dapat mengembalikan hutang, dan pada gilirannya menghancurkan sistem perbankan.Sampai pada tahap ini ekonomi rakyat masih belum merasakan dampak negatif yang terlalu besar dari krisis moneter. Bahkan banyak diantaranya yang mendapat ‘rejeki dolar’ karena harga produk yang dihasilkannya melonjak tinggi sejalan dengan peningkatan nilai dolar, seperti yang dirasakan para petani coklat dan para pengrajin yang memiliki konsumen di luar negeri. Hal tersebut terutama juga karena struktur kelembagaan yang diuraikan diatas.Lemahnya keterkaitan ekonomi rakyat dengan kapitalisme global yang menjadi sumber dari krisis moneter tersebut, telah menjadi ‘blessing in disguised’ bagi ekonomi rakyat.Namun ketika krisis moneter berlanjut menjadi krisis ekonomi (pertumbuhan ekonomi menurun, inflasi meninggi, banyaknya pegawai di PHK, meningginya harga pangan impor, pengurangan subsidi BBM, dan sebagainya) maka ekonomi rakyat mengalami tekanan yang semakin berat.

2. Krisis moneter Indonesia disebabkan oleh dan berawal dari kebijakan Pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengambangkan mata uang Thailand “Bath” terhadap Dollar US. Selama itu mata uang Bath dan Dollar US dikaitkan satu sama lain dengan suatu kurs yang tetap. Devaluasi mendadak dari “Bath” ini menimbulkan tekanan terhadap mata-mata uang Negara ASEAN dan menjalarlah tekanan devaluasi di wilayah ini.

3. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi.

b) Penelitian Sebelumnya

1. Pada tahap inipun sebenarnya daya ‘survival’ ekonomi rakyat sangat tinggi. Dengan cepat terjadi perubahan-perubahan yang mendasar. Produk yang diimpor diganti dengan produk lokal atau produk impor yang lebih murah (fenomena motor Cina atau maraknya produk elektronik lokal dan impor yang “mereknya tidak dikenal sebelumnya”). Tekanan menjadi semakin berat lagi setelah krisis ekonomi juga memicu krisis sosial politik dan keamanan, serta serangkaian pilihan kebijakan dalam usaha untuk mengatasi krisis yang justru menempatkan ekonomi rakyat sebagai pihak yang dikorbankan. Perbankan dan ‘non-ekonomi-rakyat’ yang notabene menjadi penyebab krisis berusaha ‘diselamatkan’ dengan menggunakan dana trilyunan rupiah dari sumberdaya negara yang telah sangat terbatas, sebaliknya kegiatan ekonomi rakyat seolah ditinggalkan. Mencari hutang baru dan menerapkan sistem legal-formal-konvensional seperti menjadi hal yang dipaksakan harus ada, padahal kedua hal itu justru telah menunjukkan kemampuan menghadapi tekanan eksternal yang berat. Sebaliknya sistem ekonomi rakyat yang nyata-nyata telah mampu bertahan bahkan telah lebih berkembang selama krisis justru tidak diabaikan. Dalam kondisi rawan keamananpun, kegiatan ekonomi rakyat juga menjadi kegiatan yang paling rentan dan menderita, saat elite politik berdebat saling mengkritik dan membangun perbedaan pendapat.

2. Indonesia, yang mengikuti sistim mengambang terkendali, pada awalnya bertahan dengan memperluas “band” pengendalian/intervensi, namun di medio bulan Agustus 1997 itu terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui sistim “band” tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli 1998 dalam setahun, Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti oleh kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami depresi ekonomi. Di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot menjadi –13,7% dari pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997). Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.

3. Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia.Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional.

c) Motivasi penelitian

1. Mendiskusi krisis moneter dalam konteks ekonomi rakyat tanpa bermaksud untuk terlalu menekan pada usaha pendefinisian.

2. Mengetahui penyebab terjadinya krisis Moneter di Indonesia

3. Menjabarkan secara luas krisis moneter dimana terdapat peran IMF didalamnya.

· Masalah

1. Bahwa ekonomi rakyat merupakan korban dari krisis moneter yang terjadi belum lama ini, terutama akibat timbulnya berbagai masalah setelah krisis terjadi (bukan oleh krisis moneter itu sendiri) dan akibat pilihan kebijakan yang diterapkan sebagai usaha mengatasi krisis. Oleh karenanya, yang harus dilakukan terutama adalah untuk merubah pendekatan kebijakan yang tidak memihak kepada ekonomi rakyat. Atau setidaknya yang perlu dikembangkan kebijakan yang ‘not-against’ atau netral terhadap ekonomi rakyat.

2. Selama dekade sebelum krisis, Ekonomi Indonesia bertumbuh sangat pesat. Pendapatan per kapita meningkat menjadi 2x lipat antara 1990 dan 1997. Perkembangan ini didukung oleh suatu kebijakan moneter yang stabil, dengan tingkat inflasi dan bunga yang rendah, dengan tingkat perkembangan nilai tukar mata uang yang terkendali rendah, dengan APBN yang Berimbang, kebijakan Ekspor yang terdiversifikasi (tidak saja tergantung pada Migas), dengan kebijakan Neraca Modal yang liberal, baik bagi modal yang masuk maupun yang keluar. Kesuksesan ini menimbulkan di satu pihak suatu optimisme yang luar biasa dan di lain pihak keteledoran yang tidak tanggung-tanggung. Suatu optimisme yang mendorong kebijakan-kebijakan ekonomi dan tingkat laku para pelaku ekonomi dalam dan luar negeri, sepertinya lepas kendali. Kesuksesan Pembangunan Ekonomi Indonesia demikian memukau para kreditor luar negeri yang menyediakan kredit tanpa batas dan juga tanpa meneliti proyek-proyek yang diberi kredit itu. Keteledoran ini juga terjadi dalam negeri. Dimana kegiatan-kegiatan ekonomi dan para pelakunya berlangsung tanpa pengawasan dan tidak dilihat “cost benefit” secara cermat. Kredit jangka pendek diinvestasikan ke dalam proyek-proyek jangka panjang. Didorong oleh optimisme dan keteledoran ini ekonomi didorong bertumbuh diatas kemampuannya sendiri (“bubble economics”), sehingga waktu datang tekanan-tekanan moneter, Pertumbuhan itu ambruk.Sementara itu terjadi pula suatu perombakan yang drastis dalam strategi Pembangunan Ekonomi. Pembangunan Ekonomi yang selama ini adalah “State” dan “Government-led” beralih menjadi “led by private initiatives and market”. Hutang Pemerintah/Resmi/Negara turun dari USD. 80 milyar menjadi USD. 50 milyar di akhir tahun 1996, sementara Hutang Swasta membumbung dengan cepatnya. Jika di tahun 1996 Hutang Swasta masih berada pada tingkat USD. 15 milyar, maka di akhir tahun 1996 sudah meningkat menjadi antara USD. 65 milyar – USD. 75 milyar.

3. Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sector rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya.Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomi mikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisis akan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan.IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yang menjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjaman IMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1 milyar baru akan mencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan membantu telah mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis.

· Tujuan Penelitian

1. Mendiskusi krisis moneter dalam konteks ekonomi rakyat: bagaimana posisi ekonomi rakyat ketika krisis ekonomi terjadi, apakah sebagai sebab atau penerima akibat; dan apa yang harus dilakukan untuk mencegah kesalahan serupa terulang dimasa depan.

2. Mengetahui penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia.

3. Menyusun suatu Programa Nasional untuk cepat keluar dari krisis dan mulai memulihkan kembali Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang mampu memberantas Pengangguran, Kemiskinan, Kebodohan, dan Hutang Nasional.